Pada tahun 1999, UNESCO dan UNICEF bekerja sama
dengan Depdiknas dalam mengembangkan program CLCC (Creating Learning Communities for Children) atau yang lebih dikenal
dengan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dalam Manajemen
Berbasis sekolah tersebut terdapat tiga komponen penting yang diharapkan dapat
meningkatkan mutu pembelajaran di lembaga pendidikan dan meningkatkan mutu
pendidikan Indonesia, yaitu: manajemen sekolah, yang diharapkan dapat
akuntabilitas, dan bersifat (2) peran serta
masyarakat, baik
secara fisik dan nonfisik/teknis edukatif; dan (3) pembelajaran partisipatif,
aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), yang sesuai
dengan prinsip student centered learning.
PAKEM berasal dari
konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada anak (student-centered learning) dan pembelajaran
harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi
untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa
terbebani atau takut. Untuk itu, maka aspek fun is learning menjadi salah satu aspek penting dalam pembelajaran
PAKEM, di samping upaya untuk terus
memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi,
dan bereksperimen
terus dalam pembelajaran.
Di samping itu, PAKEM adalah penerjemahan dari
empat pilar pendidikan yang dicanangkan oleh UNESCO: (1) learning
to know, yaitu mempelajari ilmu
pengetahuan berupa aspek kognitif dalam pembelajaran, (2) learning to do, yaitu belajar melakukan yang merupakan aspek
pengamalan dan pelaksanaannya, (3) learning
to be, yaitu
belajar menjadi diri sendiri berupa aspek kepribadian dan kesesuaian dengan
diri anak (ini
juga sesuai dengan konsep "multiple intelligence“ dari Howard Gardner, dan (4) learning
to life together, yaitu belajar hidup dalam kebersamaa yang
merupakan aspek kesosialan anak,
bagaimana bersosialisasi, dan
bagaimana hidup toleransi dalam keberagaman yang ada di sekeliling siswa.
Tujuan PAKEM ini
adalah terdapatnya perubahan paradigma di bidang pendidikan, seperti yang dicanangkan oleh Depdiknas, bahwa di Indonesia
saat ini sudah harus beranjak dari: (1) schooling menjadi learning, (2) instructive menjadi facilitative,
(3) government role menjadi community role, dan (4) centralistic menjadi decentralistic. Ini
berarti pada saat sekarang, pendidikan
tidak hanya tanggung jawab formal seperti sekolah, tapi sudah menjadi
tanggung jawab semua pihak Ini juga berdasarkan pada konsep tripusat pendidikan
yang diciptakan oleh Ki Hajar Dewantara,
yaitu: (1) pendidikan di lembaga pendidikan, pendidikan di
masyarakat, dan pendidikan di
keluarga.
Perubahan paradigma
juga harus terjadi bahwa pada kondisi karang ini, peran guru harus menjadi seorang fasilitator
yang dapat membantu siswanya dalam belajar,
bukan sekadar menyampaikan materi aja tanpa mengetahui apakah materi
yang disampaikan itu sudah bisa dipahami oleh siswa atau belum. Perubahan paradigma juga berkenaan dengan
pengambilan keputusan. Dulunya, keputusan selalu ada di tangan pemerintah
pusat(puskur-depdiknas tanpa memerhatikan aspek-aspek yang terjadi di
masing-masing daerah atau satuan pendidikan,
namun sekarang menjadi keputusan yang bisa diambil oleh masing-masing
daerah atau satuan pendidikan dengan acuan yang telah diberikan oleh pemerintah
pusat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar