Pengetahuan manusia berasal dari berbagai sumber, kini aku akan mengulas sebagian darinya..
Pikiran (Rasionalisme)
Sumber dari pengetahuan ini adalah akal budi manusia. Akal budilah yang memberi kita pengetahuan yang pasti benar tentang sesuatu. Konsekuensinya kaum rasionalisme menolak anggapan bahwa kita bisa menemukan pengetahuan melalui pancaindera kita.
Pengalaman (Empirisme)
Empirisme adalah sebuah aliran yang menjadikan pengalaman sebagai sumber pengetahuan, dan menganggap bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan yang diperoleh dengan cara observasi atau penginderaan. Selain itu, pengalaman juga disebut sebagai faktor yang fundamental dalam pengetahuan, karena ia merupakan sumber pengetahuan yang ada di dalam diri manusia.
Intuisi
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu yang bersifat personal dan tidak dapat diramalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan kebenaran (Bakker dan Zubair, 1990). Pengalaman intuitif sering hanya dianggap sebagai sebuah halusinasi atau bahkan sebuah ilusi belaka.
Wahyu
Wahyu adalah sumber pengetahuan yang bersandar pada otoritas Tuhan yang disampaikan Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang di utusannya sepanjang zaman. Sumber pengetahuan yang disebut “wahyu” identik dengan agama atau kepercayaan yang sifatnya mistis. Melalui wahyu atau agama, manusia diajarkan tentang sejumlah penegetahuan. Baik yang terjangkau ataupun tidak terjangkau oleh manusia.
Sedangkan menurut Al-Quran surat An-Nahl, sumber pengetahuan manusia adalah penglihatan, pendengaran, dan hati.
Karena tak diragukan bahwa indra-indra lahiriah manusia merupakan alat dan sumber pengetahuan, dan manusia mengenal objek-objek fisik dengan perantaraanya. Setiap orang yang kehilangan salah satu dari indranya akan sirna kemampuannya dalam mengetahui suatu realitas secara partikular. Misalnya seorang yang kehilangan indra penglihatannya maka dia tidak akan dapat menggambarkan warna dan bentuk sesuatu yang fisikal, dan lebih jauh lagi orang itu tidak akan mempunyai suatu konsepsi universal tentang warna dan bentuk. Begitu pula orang yang tidak memiliki kekuatan mendengar maka dapat dipastikan bahwa dia tidak mampu mengkonstruksi suatu pemahaman tentang suara dan bunyi dalam pikirannya.
Sedangkan hati itu dinamakan sebagai “jiwa yang berakal”, karena musyahadah dan penyaksian intuitif mampu menghadirkan makna-makna universal dan partikular kapan saja dia kehendaki, dan tingkatan ini dalam pandangan para filosof disebut sebagai “akal mustafad” (yang merupakan tingkatan tertinggi akal). Alasan penamaannya sebagai “hati” atau “kalbu” karena dia senantiasa mengalami “perubahan”, “pergantian”, dan “fluktuasi” dari derajat akal murni sampai ke alam terendah. Hati dapat menjelajah hingga ke alam-alam yang tak terbatas dan menerima segala bentuk dari manifestasi nama-nama Tuhan serta wadah pengaktualan salah satu atau seluruh nama-nama Tuhan tersebut secara adil, hati juga berada di pertengahan (barzakh) antara lahir dan batin dan darinya pun terwujud fakultas-fakultas ruhani dan jasmani dimana sebagai media emanasi dari berbagai kecenderungan-kecenderungan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar