Banten pejati adalah nama Banten atau (upakara), sesajen yang sering dipergunakan sebagai
sarana untuk mempermaklumkan tentang kesungguhan hati akan melaksanakan suatu
upacara, dipersaksikan ke hadapan Hyang Widhi dan prabhavaNya. Dalam
Lontar Tegesing Sarwa Banten, dinyatakan:
“Banten mapiteges
pakahyunan, nga; pakahyunane sane jangkep galang”
Artinya:
Banten itu adalah buah pemikiran artinya
pemikiran yang lengkap dan bersih.
Bila dihayati secara mendalam, banten
merupakan wujud dari pemikiran yang lengkap yang didasari dengan hati yang
tulus dan suci. Mewujudkan banten yang akan dapat disaksikan berwujud indah,
rapi, meriah dan unik mengandung simbol, diawali dari pemikiran yang bersih,
tulus dan suci. Bentuk banten itu mempunyai makna dan nilai yang tinggi
mengandung simbolis filosofis yang mendalam. Banten itu kemudian dipakai untuk
menyampaikan rasa cinta, bhakti dan kasih.
Unsur Unsur Filosofi Dalam Banten
Pejati
|
Pejati berasal bahasa Bali, dari kata
“jati” mendapat awalan “pa”. Jati berarti sungguh-sungguh, benar-benar. Banten pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk
menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasiNya, akan
melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar
mendapatkan keselamatan. Banten pejati merupakan banten pokok yang senantiasa
dipergunakan dalam Pañca Yajña. Adapun unsur-unsur banten pejati, yaitu:
1. Daksina Unsur-unsur yang membentuk
daksina:
- Alas
bedogan/srembeng/wakul/katung; terbuat dari janur/slepan yang
bentuknya bulat dan sedikit panjang serta ada batas pinggirnya . Alas Bedogan
ini lambang pertiwi unsur yang dapat dilihat dengan jelas.
Bedogan/ srembeng/wakul/katung/ srobong
daksina ;terbuat dari janur/slepan yang
dibuta melinkar dan tinggi, seukuran dengan alas wakul. Bedogan bagian tengah
ini adalah lambang Akasa yang tanpa tepi. Srembeng daksina juga merupakan
lambang dari hukum Rta ( Hukum Abadi tuhan )
- Tampak; dibuat dari dua potongan janur lalu dijahit sehinga
membentuk tanda tambah. Tampat adalah lambang keseimbangan baik makrokosmos
maupun mikrokosmos.
- Beras; lambang dari hasil bumi yang menjadi sumber penghidupan manusia di
dunia ini. Hyang Tri Murti (Brahma, Visnu, Siva)
- Porosan; terbuat dari daun sirih, kapur dan pinang diikat sedemikian rupa
sehingga menjadi satu,porosan adalah lambang pemujaan
- Benang Tukelan; adalah simbol dari naga Anantabhoga dan naga
Basuki dan naga Taksakadalam proses pemutaran Mandara Giri di Kserarnava
untuk mendapatkan Tirtha Amertha dan juga simbolis dari penghubung antara Jivatman yang
tidak akan berakhir sampai terjadinya Pralina. Sebelum Pralina Atman yang
berasal dari Paramatman akan terus menerus mengalami penjelmaan yang berulang-ulang
sebelum mencapai Moksa. Dan semuanya akan kembali pada Hyang Widhi
kalau sudah Pralina.
- Uang Kepeng; adalah lambang dari Deva Brahma yang merupakan inti kekuatan untuk
menciptakan hidup dan sumber kehidupan.
- Telor Itik; dibungkus dengan ketupat telor, adalah lambang awal kehidupan/ getar-getar
kehidupan , lambang Bhuana Alit yang menghuni bumi ini, karena pada telor
terdiri dari tiga lapisan, yaitu Kuning Telor/Sari lambang Antah
karana sarira, Putih Telor lambang Suksma Sarira,
dan Kulit telor adalah lambang Sthula sarira.
- Pisang, Tebu dan Kojong; adalah simbol manusia yang menghuni bumi sebagai bagian dari ala mini.
Idialnya manusia penghuni bumi ini hidup dengan Tri kaya
Parisudhanya.
- Gegantusan; yang terbuat dari kacan-kacangan dan bumbu-bumbuan, adalah lambang sad rasa
dan lambang kemakmuran.
- Papeselan yang terbuat dari lima jenis dedaunan yang diikat menjadi satu adalah
lambangPanca Devata; daun duku lambang Isvara, daun
manggis lambang Brahma, daun durian lambang Mahadeva, daun salak
lambang Visnu, daun nangka atau timbul lamban Siva. Papeselan
juga merupakan lambang kerjasama (Tri Hita Karana).
- Buah Kemiri; adalah sibol Purusa / Kejiwaan / Laki-laki. Buah kluwek/Pangi;
lambang pradhana / kebendaan / perempuan.
- Kelapa; simbol Pawitra (air keabadian/amertha) atau lambang alam
semesta yang terdiri dari tujuh lapisan (sapta loka dan sapta patala)
karena ternyata kelapa memiliki tujuh lapisan ke dalam dan tujuh lapisan ke
luar. Air sebagai lambang Mahatala, Isi lembutnya lambang Talatala,
isinya lambang tala, lapisan pada isinya lambang Antala, lapisan isi yang keras
lambang sutala, lapisan tipis paling dalam lambang Nitala, batoknya lambang
Patala. Sedangkan lambang Sapta Loka pada kelapa yaitu: Bulu batok kelapa
sebagai lambang Bhur loka, Serat saluran sebagailambang Bhuvah loka, Serat
serabut basah lambang svah loka, Serabut basah lambanag Maha loka, serabut
kering lambang Jnana loka, kulit serat kering lambang Tapa loka, Kulit kering
sebagai lamanag Satya loka Kelapa dikupas dibersihkan hingga kelihatan batoknya
dengan maksud karena Bhuana Agung sthana Hyang Widhi tentunya harus bersih dari
unsur-unsur gejolak indria yang mengikat dan serabut kelapa adalah lambang pe
ngikat indria.
- Sesari; sebagai labang saripati dari karma atau pekerjaan (Dana Paramitha)
- Sampyan Payasan; terbuat dari janur dibuat menyerupai segi tiga, lambang dari Tri
Kona; Utpeti, Sthiti dan Pralina.
- Sampyan pusung; terbuat dari janur dibentuk sehingga menyerupai pusungan rambut,
sesunggunya tujuan akhir manusia adalah Brahman dan pusungan itu simbol
pengerucutan dari indria-indria
2. Banten Peras Yang menjadi unsur-unsur
Peras, yaitu:
- Alasnya Tamas/ taledan/ Ceper; berisi aled/ kulit peras, kemudian disusun di atasnya beras, benang, base
tampel/porosan, serta uang kepeng/recehan. Diisi buah-buahan, pisang, kue
secukupnya, dua buah tumpeng, rerasmen/lauk pauk yang dialasi kojong rangkat,
sampyan peras, canang sari. Pada prinsipnya Banten Peras memiliki fungsi
sebagai permohonan agar semua kegiatan tersebut sukses (prasidha)
- Aled/kulit peras, porosan/base
tampel, beras, benang, dan uang kepeng; merupakan lambang
bahwa untuk mendapatkan keberhasilan diperlukan persiapan yaitu: pikiran yang
benar, ucapan yang benar, pandangan yang benar, pendengaran yang benar, dan
tujuan yang benar.
- Dua buah tumpeng; lambang kristalisasi dari duniawi menuju rohani, mengapa dua tumpeng
karena sesungguhnya untuk dapat menghasilkan sebuah ciptaan maka kekuatan
Purusa dan Pradhana (kejiwaan/laki-laki dengan kebendaan/perempuan) harus
disatuakan baru bisa berhasil (Prasidha), tumpeng adalah lambang
keuletan orang dalam meniadakan unsur-unsur materialis,ego dalam
hidupnya sehingga dapat sukses menuju kepada Tuhan.
- Tamas; lambang Cakra atau perputaran hidup atau Vindu (simbol kekosongan
yang murni/ananda). Ceper/ Aledan; lambang Catur marga (Bhakti, Karma,
Jnana, Raja Marga)
- Kojong Ragkat, tempat lauk pauk; memiliki makna jika ingin mendapatkan keberhasilan
harus dapat memadukan semua potensi dalam diri (pikiran, ucapan, tenaga dan
hati nurani)
- Sampyan peras; terbuat dari empat potong janur dibentuk menyerupai parabola di atasnya,
merupakan lambang dari kesiapan diri kita dalam menerima intuisi, inisiasi,
waranugraha dari Hyang Widhi yang nantinya akan kita pakai untuk melaksanakan
Dharma.
3. Banten Ajuman/Soda Yang menjadi
unsur-unsur banten Ajuman/Soda:
- Alasnya tamas/taledan/cepe; berisi buah, pisang dan kue secukupnya, nasi penek dua buah,
rerasmen/lauk-pauk yang dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan
plaus/petangas, canang sari. Sarana yang dipakai untuk memuliakan Hyang Widhi
(ngajum, menghormat, sujud kepada Hyang Widhi)
- Nasi penek adalah nasi yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk bundar dan sedikit pipih,
adalah lambang dari keteguhan atau kekokohan bhatin dalam mengagungkan Tuhan,
dalam diri manusia adalah simbol Sumsuma dan Pinggala yang menyangga agar
manusia tetap eksis.
- Sampyan Plaus/Petangas; dibuat dari janur kemudian dirangkai dengan melipatnya sehingga berbentuk
seperti kipas, memiliki makna simbol bahwa dalam memuja Hyang Widhi manusia
harus menyerahkan diri secara totalitas di pangkuan Hyang Widhi, dan jangan
banyak mengeluh, karunia Hyang Widhi akan turun ketika BhaktaNya telah siap.
4. Ketupat Kelanan Unsur-unsur yang
membentuk ketupat kelanan:
- Alasnya tamas/taledan atau ceper,
kemudian diisi buah, pisang dan kue secukupnya, enam buah ketupat, rerasmen/lauk
pauk + 1 butir telor mateng dialasi tri kona/ tangkih/celemik, sampyan
palus/petangas, canang sari.
- Ketupat Kelanan adalah lambang
dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga
kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia. Dengan terkendalinya Sad Ripu
maka keseimbangan hidup akan meyelimuti manusia.
5. Penyeneng/Tehenan/Pabuat Yang membentuk
Penyeneng:
- Jenis jejaitan yang di dalamnya beruang
tiga masing-masing berisi beras, benang, uang, nasi aon (nasi dicampur abu
gosok) dan porosan, adalah jejahitan yang berfungsi sebagai alat ntuk nuntun,
menurunkan Prabhawa Hyang Widhi, agar Baliau berkenan hadir dalam upacara yang
diselenggarakan. Panyeneng dibuat dengan tujuan untuk membangun hidup yang
seimbang sejak dari baru lahir hingga meninggal.
- Ruang 1, berisi Nasi aon adalah
lambang dari dewa Brahma sebagai pencipta alam semesta ini dan merupakan sarana
untuk menghilangkan semua kotoran (dasa mala)
- Ruang 2 berisi beras benang dan
uang, lambang dari dewa Visnu yang memelihara alam semesta ini, beras adalah
sumber makanan manusia, uang adalah alat transaksi untuk melangsungkan
kehidupan, benang sebagai penghubung antara manusia dengan manusia, manusia
dengan lingkungan dan manusia dengan Hyang Widhi.
- Ruang 3 berisi bunga, daun kayu
sakti (dapdap), yang ditumbuk dengan kunir dan beras, melambangkan dewa Siva
dalam prabhawaNya sebaga Isvara dan Mahadeva yang senantiasa mengarahkan
manusia dari yang tidak baik menuju benar, meniadakan (pralina) Adharma dan
kembali ke jalan Dharma.
- Bagian atas dari Penyeneng ini ada
jejahitan yang menyerupai Ardhacandra = Bulan, Windu = Matahari, dan Titik =
bintang dan teranggana (planet yang lain).
6. Pesucian Pesucian terdiri dari :
- Sebuah ceper /taledan yang berisi tujuh
bua tangkih kecil yang masing-masing tangkih berisi: Bedak (dari tepung), Bedak
warna kuning (dari tepung berwarna kuning), Ambuh (kelapa diparut/ daun kembang
sepatu dirajang), Kakosok (rengginang yang dibakar hingga gosong), Pasta
(asem/jeruk nipis), Minyak Wangi, Beras. Di atasnya disusun sebuah jejahitan
yang disebut payasan (cermin, sisir dan petat) terbuat dari janur.
- Pada intinya pesucian merupakan
alat-alat yang dipakai untuk menyucikan Ida Bhatara dalam suatu upacara
keagamaan
- Secara instrinsik mengandung
makana filosofis bahwa sebagai manusia harus senantiasa menjaga kebersihan
phisik dan kesucian rohani (cipta , rasa dan karsa), karena Hyang Widhi itu
maha suci maka hanya dengan kesucian manusia dapat mendekati dan menerima
karunia Beliau.
7. Segehan
- Secara etimologi Segehan artinya Suguh
(menyuguhkan), dalam hal ini adalah kepada Bhuta Kala, yang tak lain adalah
akumulasi dari limbah/kotoran yang dihasilkan oleh pikiran, perkataan dan
perbuatan manusia dalam kurun waktu tertentu. Dengan segehan inilah diharapkan
dapat menetralisir dan menghilangkan pengaruh negatik dari libah tersebut.
Segehan adalah lambang harmonisnya hubungan manusia dengan semua ciptaan Tuhan
- Jahe, secara imiah memiliki sifat panas.
Semangat dibutuhkan oleh manusia tapi tidak boleh emosional.
- Bawang, memiliki sifat dingin. Manusia
harus menggunakan kepala yang dingin dalam berbuat tapi tidak boleh bersifat
dingin terhadap masalah-masalah sosial (cuek)
- Garam, memiliki PH-0 artinya
bersifat netral, garam adalah sarana yang mujarab untuk menetralisir berbagai
energi yang merugikan manusia (tasik pinaka panelah sahananing ngaletehin).
- Tetabuhan Arak, Berem, Tuak,
adalah sejenis alkhohol, dimana alkhohol secara ilmiah sangat efektif dapat
dipakai untuk membunuh berbagai kuman/bakteri yang merugikan. Oleh kedokteran
dipakai untuk mensteril alat-alat kedokteran. Metabuh pada saat masegeh adalah
agar semua bakteri, Virus, kuman yang merugikan yang ada di sekitar tempat itu
menjadi hilang/mati.
8. Sarana yang Lain
- Daun/Plawa; lambang kesejukan.
- Bunga; lambang cetusan perasaan
- Bija; lambang benih-benih kesucian.
- Air; lambang pawitra, amertha
- Api; lambang saksi dan pendetanya
Yajna.
9. Siapa yang menerima Banten pejati ?
Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang
Catur Loka Phala, yaitu
- Peras kepada Sanghyang Isvara
- Daksina kepada Sanghyang Brahma
- Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu
- Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva
10. Jenis-jenis Daksina
- Daksina kelipatan 1 : daksina alit.
- Daksina kelipatan 2: daksina
pakala-kalaan (Manusa Yajna).
- Daksina kelipatan 3: daksina krepa (Rsi
Yajna).
- Daksina kelipatan 4: daksina
gede/pamogpog (upacara besar).
- Daksina kelipatan 5: daksina galahan.
11. Penjelasan Bahan Banten Pejati Menurut
Lontar Tegesing Sarwa Banten;
a. Mengenai rerasmen: “ Kacang, nga;
ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian”.
Artinya: Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak
yang berbelah dua itu sudah menyatu. “ Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos
sane becik rinengo”. Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu
sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
b. Mengenai buah-buahan; “ Sarwa wija,
nga; sakalwiring gawe, nga; sana tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin
ring kahuripan”. Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala
perbuatan, yaiyu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya Parisudha),
menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada
kehidupan.
c. Mengenai Kue/Jajan: “ Gina, nga; wruh,
uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga;
pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal, nga;
phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan”. Artinya; Gina adalah
lambang mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang kegembiraan yang
terang, bhakti terhadap guru rupaka/ ayah-ibu, Dodol adalah lambang pikiran
menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari sastra, Bantal
adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan Satuh adalah
lambang patut yang ditirukan.
d. Mengenai bahan porosan: “ Sedah who,
nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra,
kasih kumasih”. Artinya: Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya
kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok
dengan keadaanny, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan berkawan
Demikian kupasan banten Pejati baik
(upakara) maupun kajian filosofisnya, sehingga dengan pemahaman ini dapat
menumbuhkan kesadaran, keyakinan, dan kemantapan umat Hindu dalam membuat dan
menghaturkan Banten Pejati dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang penuh
dengan simbol-simbol, sehingga dapat mengikis dogma “Anak Mula Keto”, di masa
yang akan datang.
Referensi : Berbagai Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar